Minggu, 27 Oktober 2013

Timun Mas, Cerita Dongeng yang Menyesuaikan Zaman

Timun Mas, Cerita Dongeng yang Menyesuaikan Zaman
Penari dari Sanggar Tari Soerya Soemirat GPH Herwasto Kusumo mementaskan pertunjukan drama kolosal Timun Mas di Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, Jawa Tengah, Kamis (28/3) malam. ANTARA/Herka Yanis Pangaribowo
TEMPO.CO, Jakarta - Sepasang raja dan ratu bersuka cita menyambut kelahiran seorang putri yang sudah lama dinantikan. Tanpa sadar, kehadiran bayi tersebut meimbulkan rasa cemburu bagi seorang gadis bernama Mawar yang sebelumnya senantiasa diberi perilaku layaknya putri kandung raja dan ratu. Budhe Tami, ibunya Mawar, merasa keberadaan si bayi mengancam posisi putrinya untuk menjadi pewaris tahta kerajaan suatu saat nanti.

Lantas, dirancanglah sebuah rencana jahat untuk menghilangkan bayi tersebut dari istana. Bekerja sama dengan Miss Mirrorski dan Wolfie, Budhe Tami berhasil menjauhkan si bayi dengan kedua orang tuanya dengan menghanyutkannya di sebuah sungai. Namun, rupanya bayi tersebut beruntung karena ia ditemukan oleh empat orang ibu yang biasa mengobati orang. Mereka mengasuh dan membesarkan si bayi yang diberi nama Timun Mas.

Lantas, apa yang selanjutnya terjadi pada gadis bernama Timun Mas ini? Itulah yang akan dikisahkan dalam sebuah pentas drama musikal Timun Mas yang akan digelar dua hari berturut-turut di Istora Senayan pada 29-30 Jni 2013.

Sebagai sebuah cerita yang bersifat anonim, kepemilikan sebuah dongeng tidak dimiliki oleh individu atau golongan tertentu. Sifatnya yang demikian membuat siapa pun dapat merasa memiliki dongeng sebagai bagian dari dirinya. Hal seperti ini pulalah yang dapat membuat dongeng bebas untuk diinterpretasi dan dikembangkan.

Setidaknya hal itu dapat dilihat dari pentas drama musikal Timun Mas yang disutradarai oleh Rama Saputra. Sebagai sutradara, Rama tentunya punya maksud tersendiri untuk mengangkat Timun Mas sebagai karya garapan terbarunya. Keinginan Rama untuk mementaskan drama musikal Timun Mas sendiri sesungguhnya sudah ada sejak lima tahun lalu. Namun, akhirnya baru bisa terwujud tahun ini.

Secara garis besar cerita yang akan diaksikan dalam drama musikal Timun Mas memang cukup berbeda dengan dongeng yang sudah kita dengar dari kecil. Terkait kisah yang dipentaskan, Rama mengakui bahwa memang ada cerita yang berbeda di dalamnya. "Sudah saatnya mengembangkan cerita dan menyesuaikannya dengan kekinian," kata Rama.

Dalam pementasan yang dikemas full musik dan permainan visual ala video mapping ini membuat pentas jadi terlihat mewah dan meriah. Selain itu, konsep panggung yang tidak pernah lepas dari garapan Rama adalah adanya sentuhan nuansa alam, terutama adanya bulan dan bintang.

"Konsep panggung saya buat simpel karena mapping sekarang benar-benar bisa digunakan karena teknologi sudah ada, bikinlah gambar itu sesuai dengan karakternya," kata Rama. Selain dari tata panggung, permainan warna-warna segar dari segi kostum membantu untuk memanjakan pandangan mata sepanjang pementasan. Kebaya-kebaya cantik rancangan desainer Annie Avantie pun turut hadir mendukung pentas bernuansa lokal yang diimbangi dengan sentuhan modern.

Alur penceritaan drama musikal ini dibagi atas 10 babak. Secara cerita, kemasan Timun Mas ini memang lebih pas untuk ditonton anak-anak usia sekolah hingga remaja, tapi tidak menutup kemungkinan untuk turut disaksikan oleh orang dewasa. Banyak nilai-nilai yang coba disisipkan sang sutradara dalam pementasan ini. Terlebih nilai bagi anak-anak seperti untuk peduli terhadap alam dan lingkungan. Menjaga keseimbangan alam, menebar cinta dan kasih sayang, serta tidak mudah menaruh dendam.

Pentas ini diramaikan oleh penampilan sosok-sosok yang sudah tidak asing lagi di dunia hiburan Indonesia. Sebut saja Nola Be3, Angel Peters, Chandra Satria, Ria Irawan, Raline Shah, Indra Birowo, Maera, Jemima, Sahita Group, dan beberapa pemain pendukung lainnya berkumpul dan menyatu dalam sebuah pentas yang berupaya menghidupkan kembali dongeng nusantara kembali bergeliat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar