Selasa, 26 November 2013



Pelajaran Kesenian di Mata Pendidik

Seni salah satu aset budaya bangsa. Hilangnya budaya bangsa bagai cahaya di ambang mata, namun sulit tergapai
Fenomena ini menjadi problem bagi masyarakat pengemban seni budaya sehingga mereka tergerak untuk membangkitkan seni budaya dengan berbagai upaya. Yah, paling tidak, mereka mampu bertahan menjaga dan melestarikan seni budaya tersebut dari kepunahan. Sementara, sebagian masyarakat yang paham dan mengerti akan
nilai seni budaya bangsa rindu ingin menyaksikan seni tersebut dalam setiap acara perayaan ataupun pagelaran, khususnya seni tari, lantaran seni tarilah yang jarang ditampilkan dalam setiap acara khusus dibandingkan seni musik dengan berbagai corak iramanya.
Upaya pengemban seni kita untuk mengangkat seni daerah sebagai budaya bangsa cukup mendapat respon dari pihak pemerintah. Namun, pancaran seni budaya tidak secerah di jaman masyarakat yang belum mengenal megahnya jaman modern. Kesibukan dan kepentingan pribadi turut menghalau perhatian, sehingga kiat mereka dalam menampilkan seni budaya hanya sebagai tontonan belaka, tanpa perduli arti nilai seni budaya. Masyarakat sekarang ini hanya tersorot kepada budaya asing, yang dianggap lebih mengangkat prestise diri di jaman modern ini.
Untuk mempertahankan eksistensi seni sebagai budaya bangsa, salah satu ruang yang lapang dan landasan pengenalan seni adalah pendidikan sebagai wadah utama. Dalam lingkup ini, guru pendidikan seni sebagai dinamisator menanamkan seni budaya daerah dalam jiwa anak-anak bangsa. Meski kita ketahui, guru seni memiliki suatu keterbatasan kompetensi dalam mengajarkan pendidikan seni di sekolah. Apalagi pelajaran seni sendiri mencakup empat cabang yang meliputi seni tari, seni musik, seni rupa; seni yang harus diajarkan dalam satu semester di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar