SEJARAH SENI
TEATER
Dalam
sejarah,TEATER tercatat dimulai sejak jauh sebelum
tahun 500 SM. Pada awalnya, Teater hanya dilakoni sebagai sebuah upacara ritual
keagamaan ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bangsa kuno yang memiliki
peradaban maju, seperti bangsa Maya di Amerika Selatan, Mesir Kuno, Babilonia,
Asia Tengah, dan Cina, menggunakan bentuk teater sebagai salah satu cara untuk
berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Biasanya yang mendalangi seluruh upacara
ritual itu adalah dukun atau pendeta agung.
Sejarah
mencatat, seni teater berfungsi hanya sebagai upacara ritual (keagamaan),
melainkan berfungsi pula sebagai kesenian atau hiburan. Peristiwa teater yang
mensyaratkan kebersamaan, saat, dan tempat, tetaplah menjadi persyaratan utama
kehadiran teater sejak ribuan tahun sebelum Masehi, sehingga pada zaman Yunani
teater pun selalu hadir dengan persyaratan yang serupa. Berdasarkan penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut teater jika ada
keutuhan tiga kekuatan, berupa: orang teater, tempat, dan komunitas penonton.
Tiga kekuatan inilah yang bertemu dan melahirkan sinergi dan melahirkan
“peristiwa teater”.
Dalam
sejarah, seni teater pada zaman Yunani dikenal sebagai zaman yang melembagakan
konvensi berteater yang masih memiliki pengaruh sampai sekarang. Mantra-mantra
yang mulanya hanya lisan dan tak tertulis, berlangsung menjadi naskah tertulis,
sementara doa-doa berubah bentuknya menjadi kisah atau lakon. Yunani melahirkan
tokoh penelitian naskah drama, antara lain Aeschylus (525-456 SM), Sophocles
(496-406 SM), Euripides (480-406 SM), dan Aristophanes (sekitar 400 SM). Mereka
adalah bapak moyang para peneliti naskah drama.
Pada
perkembangan sejarah seni teater berikutnya, upacara keagamaan lebih
menonjolkan penceritaan. Sekelompok manusia bergerak mengarak seekor kambing yang
sudah didandani dengan berbagai perhiasan. Mereka menggiring persembahan itu
mengelilingi pasar atau jalan raya diiringi bunyi tambur, seruling, dan
bunyi-bunyian lain. Iring-iringan itu memperlambat jalannya, apabila penonton
bertambah atau berhenti untuk memberi kesempatan kepada narator (pencerita)
yang mengisahkan suatu peristiwa. Narator mengisahkan salah satu dewa kepada
penonton yang berderet-deret di pinggir jalan atau berdiri mengerumuninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar